Pendampingan Komunitas Pengemis dalam Melestarikan Piwulang Kanjeng Sunan Drajat Lamongan

MIFTACHUL ULUM*  -  Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Indonesia
Abdul Mun’im  -  Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Indonesia
Sholihuddin Sholihuddin  -  Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Indonesia

(*) Corresponding Author

Raden Qosim or better known as Kanjeng Sunan Drajat, is present in our midst and has colored the lives of Indonesians, especially the city of Lamongan. Concern and wisdom are still felt today with the concept of Piwulang Wenehono ... Wenehono ... ..... Wenehono ...... This concept gives the meaning of the command to always give... give ... give ... ... and not asking. But in reality not all citizens are aware of and understand the implicit meanings in it, some people only take advantage and take advantage of tourist areas as part of a way to make a living regardless of the sustainability of the site of Sunan Drajat. Economic inequality is the key to dying for someone to throw themselves into a puddle of life that is not in accordance with religious norms, some people decide to become beggars. The decision to become a beggar is based on economic factors, compulsion and cultural factors of his ancestors. Beggars coloring in the world of religious tourism, regardless of whether this is appropriate or as part of helping people to do charity

 

Raden Qosim, atau lebih dikenal sebagai Kanjeng Sunan Drajat, hadir di tengah-tengah kita  dan telah mewarnai kehidupan orang Indonesia, khususnya kota Lamongan. Kepedulian dan kebijaksanaan masih terasa saat ini dengan konsep Piwulang Wenehono ... Wenehono .... ..... Wenehono ...... Konsep ini memberi arti perintah untuk selalu memberi..., memberi ... memberi ... ... dan  bukan meminta. Tetapi pada kenyataannya tidak semua warga negara menyadari dan memahami makna implisit di dalamnya, sebagian orang hanya mengambil keuntungan dan memanfaat kawasan wisata sebagai bagian dari cara untuk mencari nafkah tanpa memperhatikan keberlangsungan situs Sunan Drajat. Kesenjangan ekonomi adalah kunci untuk mati bagi seseorang untuk melemparkan dirinya ke dalam kubangan kehidupan yang tidak sesuai dengan norma agama, sebagian orang memutuskan untuk  menjadi pengemis. Keputusan menjadi pengemis didasari karena faktor ekonomi, keterpaksaan dan faktor  budaya nenek moyangnya. Pengemis turut mewarnai di dunia wisata religi, tanpa memperdulikan apakah ini pantas  atau sebagai bagian dari membantu orang untuk beramal

Keywords: Sunan Drajat, Piwulang, Pengemis, Wisata Religi

  1. Astrini Merlindha, Getar Hati. 2015. “Upaya Rehabilitasi Sosial Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Dki Jakarta.” Jurnal Ilmu Kesehatan Sosial 16(1): 60–73.
  2. Faisol, Abdullah. 2005. Metode dan Teknik Kuliah Kerja Nyata Transformatif: Implementasi Participatory Action Research (PAR) dan Participatory Rural Appraisal (PRA) Untuk Aksi Perubahan Sosial. 1 ed. Surakarta: P3M STAIN Surakarta.
  3. Gumilang, Galang Surya. 2017. “Internalization Of Philosophical Value ‘Tembang Macapat’ In Guidance And Counseling.” In Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling), Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas PGRI Madiun, 62–77.
  4. Maghfur Ahmad. 2010. “Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan-Pengemis (Gepeng).” Jurnal Penelitian 7(9): 1–16.
  5. Miftachul Ulum. 2013. Mahir analisis data SPSS : statistical product, service solution. I. Yogyakarta: Ghaneswara.
  6. ———. 2018. “Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pendidikan Berbasis Pondok Pesantren.” EVALUASI 2(2): 382–97.
  7. Muzakki, Ahmad Wafi. 2017. Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Humanisme Religious Sunan Drajat sebagai Nilai Sejarah dan Kearifan Lokal.
  8. Riyanto, Ditha Ardelina. 2018. “Kinerja Unit Pelaksana Teknis (Upt) Liponsos Keputih Surabaya Dalam Pelayanan Sosial Dasar Bagi Gelandangan Dan Pengemis.” Program Studi Ilmu Administrasi Negara Departemen Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga 5(1): 1–11.
  9. Satori, Akhmad, dan Subhan Agung. 2017. “International journal of multicultural and multireligious understanding.” International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding 4(1): 15–24. http://ijmmu.com/index.php/ijmmu/article/view/62/59.
  10. Simbolon, Torkis Joel, I Wayan Windia, dan I Made Sudarma. 2016. “Perbandingan Pendapatan Petani dengan Pendapatan Pengemis di Kota Denpasar.” E-Jurnal Agrobisnis dan Agrowisata 5(2): 460–67.
  11. Topowijono, Muhammad Fahrizal Anwar Djamhur Hamid. 2017. “Analisis Dampak Pengembangan Wisata Religi Makam Sunan Maulana Malik Ibrahim dalam Kehidupan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Pada Kelurahan Gapurosukolilo Kabupaten Gresik).” Jurnal Administrasi Bisnis ( JAB ) 44(1): 186–93.
  12. Tyas Martika Anggriana, Noviyanti Kartika Dewi. 2016. “Identifikasi Permasalahan Gelandangan dan Pengemis di UPT Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis.” INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi 7(1): 30–40.
  13. Umi Supraptiningsih. 2016. “Karakteristik Pengemis Perempuan Di Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.” Nuansa 13(2): 357–81.

Open Access Copyright (c) 2019 Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan

Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan
Institute for Research and Community Services (LP2M)
UIN Walisongo, Semarang, Indonesia
Jl. Walisongo No 3-5 Semarang 50185
Central Java, Indonesia
Website: https://lp2m.walisongo.ac.id/
Email: dimas@walisongo.ac.id

ISSN: 1411-9188 (Print)
ISSN: 2502-9428 (Online)

Creative Commons License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License

Get a feed by atom here, RRS2 here and OAI Links here

apps