REKONSTRUKSI CERITA MAHABHARATA DALAM DAKWAH WALISONGO

Adisti Candra Nariswari*  -  Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Indonesia
Nur Cahyo Hendro W  -  Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Indonesia

(*) Corresponding Author
The emergence of stories which had Islamic nuances in the puppet, known as  Walisongo’s creation. Walisongo with the intelligence to read the situation and conditions of society at that time, adopt and remodel stories in the puppet by inserting the teachings of Islam. One of the stories in the puppet is Mahabharata.Those changes used by Walisongo as media of dakwah, so that becomes the problem in this research is how the development of Mahabharata story   after Walisongo. The research had the purposes to know the development of Mahabharata story after Walisongo use it to propagate of Islam in Java, which has been inserted the teachings of Islam.

This study is a qualitative research that focuses on the study of literature (library research) about the books Mahabharata, the Javanese culture (puppet), Walisongo, and dakwah. As well as data analysis in this research using descriptive analysis, an attempt to describe and analyze the development of Mahabharata after Walisongo and the continuer use it in the context of the spread of Islam in Java.

The results showed that the development of Mahabharata story after Walisongo include: first, the Pandavas symbolized as pillars of Islam, in order to facilitate the public in the first time in knowing and understanding the five pillars of Islam. Second, the story polyandry character Draupadi in Mahabharata Hindu had changed by Walisongo into  monoandri,  because  Islam  prohibits  women  married  to  more than one males (polyandry). Third, the Heroine figure in the Hindu Mahabharata was transsexual then turned into a real woman, because in Islam are not allowed to violate their nature, are men who resemble women and women who resemble men. Fourth, the priest Drona good role models and wisely changed to a negative figure, interpreted as the views lowly clergy who abide the king. Fifth, Punakawan figure which is the native Java and then interpreted as a demonstration Walisongo or da’i. Sixth, comes pedigree Hindu god be the descendants of Prophet Adam to eliminate idolatry. Seventh, the emergence of new stories bouquet of the trustees containing the teachings of Islam, such as the story Dewaruci, amulets Kalimasada, mustaka Weni and Petruk Dadi Ratu.

--------------------------------------------------------------------------

Munculnya kisah-kisah dalam pewayangan yang bernuansa Islam diketahui merupakan karya Walisongo. Walisongo dengan kepandaian membaca situasi dan kondisi masyarakat waktu itu, mengadopsi dan merombak cerita-cerita dalam pewayangan dengan menyisipkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya. Salah satu cerita dalam pewayangan yaitu cerita Mahabharata. Perubahan-perubahan tersebut merupakan pemanfaatan media dakwah oleh Walisongo, sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengembangan cerita Mahabharata setelah adanya Walisongo. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan cerita Mahabharata setelah digunakan Walisongo dalam rangka penyebaran ajaran Islam di Jawa yang telah disisipkan ajaran Islam.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang memfokuskan diri pada studi kepustakaan (library research) mengenai buku-buku Mahabharata, budaya Jawa (pewayangan), Walisongo, dan dakwah. Penelitian ini analisis data menggunakan analisis deskriptif, sebagai upaya untuk menguraikan dan menganalisis pengembangan cerita Mahabharata setelah digunakan Walisongo dan penerusnya dalam rangka penyebaran ajaran Islam di Jawa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan cerita Mahabharata setelah adanya Walisongo meliputi: pertama, Pandawa disimbolkan sebagai rukun Islam, agar memudahkan masyarakat pada waktu dulu dalam mengetahui dan memahami lima pilar agama Islam. Kedua, cerita poliandri tokoh Drupadi dalam cerita Mahabharata Hindu dirubah Walisongo menjadi monoandri, karena Islam melarang wanita menikah dengan lebih dari satu laki-laki (poliandri). Ketiga, tokoh Srikandi yang dalam Mahabharata Hindu merupakan waria kemudian berubah menjadi perempuan sejati, karena Islam tidak memperbolehkan menyalahi kodratnya, yaitu pria yang menyerupai perempuan dan perempuan  yang  menyerupai  pria.  Keempat,  pendeta  Drona  tokoh panutan yang baik dan bijaksana dirubah menjadi tokoh negatif, dimaknai sebagai pandangan hina rohaniawan yang tunduk kepada raja. Kelima, dimunculkannya tokoh Punakawan yang merupakan asli Jawa kemudian dimaknai sebagai peraga Walisongo atau da’i. Keenam, muncullah silsilah dewa Hindu yang menjadi keturunan dari Nabi Adam untuk menghilangkan kemusyrikan. Ketujuh, munculnya cerita- cerita baru karangan para wali yang mengandung ajaran-ajaran Islam, seperti cerita Dewaruci, Jimat Kalimasada, Mustaka Weni, dan Petruk Dadi Ratu.

  1. Ahimsha-Putra, Heddy Shri (2001). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyajarta: Galang Press.
  2. Anasom, Musahadi, Mundiri, Asmoro Hadi (2004). Membangun Negara Bermoral: Etika Bernegara dalam Naskah Klasik Jawa-Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
  3. Astiyanto, Heniy (2006). Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal. Yogyakarta: Warta Pustaka Yogyakarta.
  4. Azra, Azyumardi (2002). Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Bandung: Penerbit Mizan.
  5. Bahreisy, Salim (1977). Bekal Juru Dakwah. Surabaya: Balai Buku.
  6. Chodjim, Achmad (2013). Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
  7. Depdiknas (2008). Ensiklopedi Anak Nasional: Jilid 12. Bogor: PT Delta Pamungkas.
  8. Hamidy, Mua’ammal, Imron A. Manan (2007). Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni 3. Cet. VII. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
  9. Ismunandar, R. M. (19850. Wayang Asal-Usul dan Jenisnya. Semarang: Dahara Prize.
  10. Mulyana, Deddy, & Jalaluddin Rakhmat (2014). Komunikasi Antarbudaya: Perpaduan Berko- munikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Cet. XIV. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  11. Nawawi, Imam (2006). Syarah dan Terjemah Riyadhus Shalihin. Jakarta: Al-I’tishom.
  12. Poedjosoebroto, R. (1978). Wayang Lambang Ajaran Islam. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
  13. Saputra, Wahidin (2011). Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers.
  14. Sena Wangi (2008). Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jilid I. Jakarta: Sena Wangi.
  15. Simon, Hasanu (2004). Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Walisongo dalam Mengislamkan Tanah Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  16. Soeparno & Soesilo (2007). Nilai-Nilai Kearifan Budaya Jawa. Malang: Yayasan Yusula.
  17. Sugiyono (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
  18. Sunyoto, Agus (2014). Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah. Jakarta: Pustaka Iman.
  19. Suparjo (2008). Islam dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam Membangun Masyarakat Muslim Indonesia. Jurnal Komunika, 2, 2, Juli-Desember.
  20. Surakhmad, Winarno (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito.
  21. Woodward, Mark R (2012). Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan. Yogyakarta: Lkis.
  22. Zarkazi, Effendy (1996). Unsur- Unsur Islam dalam Pewayangan; Telaah atas Penghargaan Wali Sanga terhadap Wayang untuk Media Dakwah: Cet II. Jakarta: PT. Margi Wahyu.
  23. Zed, Mestika (2004). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Open Access Copyright (c) 2017 Isamic Communication Journal

Islamic Communication Journal
Published by the Department of Islamic Communication and Broadcasting
Faculty of Da'wa and Communication UIN Walisongo Semarang
Jl Prof. Dr. Hamka Kampus III Ngaliyan Semarang 50185
Phone: +62 858-6727-8693 (Admin ICJ)
Website: https://fakdakom.walisongo.ac.id/

ISSN: 2541-5182 (Print)
ISSN: 2615-3580 (Online)


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License

 
apps