Building peer social support as a mental disorder solution for the blind

Umi Habibah*  -  Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Indonesia
Ade Sucipto  -  Universitas Negeri Semarang, Indonesia

(*) Corresponding Author

Blind people are people with disabilities due to the dysfunction of the sense of vision, this condition triggers the birth of various mental disorders. This qualitative study tries to examine the mental problems of blind vision disorders in the Sahabat Mata Semarang Community and the solutions the management is trying to overcome. The results of the study show that mental disorders with visual impairments include difficulties in adapting to the environment, anxiety about the future of a career and soul mate, prolonged stress due to dependence on others and no economic independence, and do not yet have self-acceptance. One of the efforts undertaken by the management of this community is to build peer social support, namely support provided by fellow blind people in the form of emotional support, appreciation support, structural support, information support, and real assistance. The various supports are built by holding regular recitals, monthly community meetings, and building good interpersonal relationships. Such peer social support, felt blind can provide alternative solutions and a variety of mental disorder problems they experience.

 

Tunanetra merupakan penyandang disabilitas akibat ketidakberfungsian indera penglihatan keadaan inilah yang memicu lahirnya berbagai gangguan mental. Penelitian kualitatif ini mencoba mengkaji problem mental disorder tunanetra di Komunitas Sahabat Mata Semarang dan solusi yang diupayakan pengelola untuk mengatasinya. Hasil penelitian menunjukkan problem mental disorder tunanetra di sana antara lain seperti kesulitan beradaptasi dengan lingkungan, cemas terhadap masa depan baik karir dan jodoh, stres berkepanjangan akibat bergantung kepada orang lain dan tidak memiliki kemandirian ekonomi, dan belum memiliki penerimaan diri. Salah satu upaya yang dilakukan pengelola komunitas ini adalah membangun dukungan sosial sebaya yaitu dengan memberikan dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi dan dukungan secara nyata. Berbagai dukungaan tersebut dibangun dengan mengadakan pengajian rutin, pertemuan bulanan komunitas, dan membangun hubungan interpersonal yang baik. Dukungan sosial sebaya yang demikian, dirasakan tunanetra mampu memberikan alternatif solusi dan beragam problem mental disorder yang mereka alami.

Keywords: peer social support; mental disorder; blind; dukungan sosial sebaya; mental disorder; tunanetra

  1. Amalia, R., & Rahman Razak, A. (2015). Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Barat. Jurnal Analisis, 4(2), 183-189. Retrieved from: http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ce9bb55326e85e1a717ca09fa8eea961.pdf.
  2. Aisy, K. R., & Anisa, A. (2020). Kajian Tipologi Bangunan pada Pusat Rehabilitasi Mental Disorder. MARKA (Media Arsitektur dan Kota): Jurnal Ilmiah Penelitian, 3(2), 53-67. DOI: https://doi.org/10.33510/marka.2020.3.2.53-67.
  3. Aqila Smart, Rose. (2014). Anak Cacat Bukan Kiamat, Metode Pembelajaran dan Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Kata Hati: Jogyakarta.
  4. Indrakentjana, B. (2015). Pengaruh dukungan sosial terhadap peningkatan keberfungsian sosial penyandang cacat fisik di kecamatan cikajang kabupaten garut. Pekerjaan Sosial, 12(1). DOI: https://doi.org/10.31595/peksos.v12i1.22 .
  5. Creswell, J. W. (2015). Riset Pendidikan: Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  6. Erhamwilda, Model Hipotetik”Peer Counseling” Dengan Pendekatan Realitas Untuk Siswa SLTA (Satu Inovasi Bagi Layanan Konseling Di Implementasi Bimbingan dan Konseling Sekolah), Kumpulan Makalah Konferensi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Surabaya, 2005.
  7. Faqih, Ainur Rohim. (2001). Bimbingan Konseling Islam. Yogyakarta: UII Press.
  8. Feist, J., & Feist, G. J. (2008). Theories of personality (Edisi Keenam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  9. Hidayanti, E. (2019). Implementasi Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Self Esteem Pasien Penyakit Terminal di Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) rsup dr. Kariadi semarang. Jurnal Ilmu Dakwah, 38(1), 31-59.
  10. DOI: http://dx.doi.org/10.21580/jid.v38.1.3970.
  11. Hidayanti, E., Hikmah, S., Wihartati, W., & Handayani, M. R. (2016). Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi pasien hiv/aids di rumah sakit islam sultan agung semarang. Religia, 113-132. DOI: https://doi.org/10.28918/religia.v19i1.662 .
  12. Jenaabadi, H. (2013). On the Relationship Between Perceived Social Support and Blind and Lowvision Students'life Satisfaction and Self-Confidence. Journal of Educational & Instructional Studies in the World, 3(1).
  13. Lakey, B & Cohen, S. (2000). Social Support and Measurement (http://www.psy.cmu.edu/diakses pada tanggal 30 Januari 2020 pukul 20.00 WIB).
  14. Lusli, Mimi M. (2009). Helping Childern With Sight Loss. Jakarta: Mimi Institute.
  15. Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya.
  16. _ _ _ _ _ _ (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  17. Mubasyaroh, M. (2013). Pengenalan Sejak Dini Penderita Mental Disorder. Konseling Religi, 4(1). DOI: 10.21043/kr.v4i1.1073.
  18. Mubarok, Ahmad. (2002). Al-Irsyad, An- Nafsi Konseling Agama Teori dan Kasus. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
  19. Nawawi, Ahmad., Irham Hosni., dan Didi Tarsidi. (2010). Pendidikan Anak Tunanetra. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
  20. Novita & Resnia. (2017). The Relationship Between Social Support and Quality Of Life In Adolescent With Special Needs. Psikodimensia. 16 (1). DOI: DOI: https://doi.org/10.24167/psiko.v16i1.937.
  21. Nurwati, A. (2009). Hubungan antara Interaksi Sosial Siswa dengan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Madrasah Ibtidaiyah Se-Kabupaten Gorontalo. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 2(2). DOI: DOI: https://doi.org/10.21831/cp.v2i2.311.
  22. Soemantri. (2007). Psikologi anak luar biasa. Bandung: Refika Aditama.
  23. Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo
  24. Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
  25. _ _ _ _ _(2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
  26. Tarsidi, D. (2011). Kendala umum yang dihadapi penyandang disabilitas dalam mengakses layanan publik. Jassi Anakku, 10(2), 201-205. Retrieved from: https://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/view/3991
  27. Taylor, S. E., Sherman, D. K., Kim, H. S., Jarcho, J., Takagi, K., & Dunagan, M. S. (2004). Culture and social support: Who seeks it and why?. Journal of personality and social psychology, 87(3), 354. DOI: https://doi.org/10.1037/0022-3514.87.3.354.
  28. Tentama, F. (2014). Dukungan sosial dan post-traumatic stress disorder pada remaja penyintas gunung merapi. Jurnal Psikologi Undip, 13(2), 133-138. DOI: https://doi.org/10.14710/jpu.13.2.133-138.
  29. Virlia, S., & Wijaya, A. (2015). Penerimaan diri pada penyandang tunadaksa. In Seminar Psikologi dan Kemanusiaan Pscyhology Forum UMM (pp. 372-377). Retrieved from: http://mpsi.umm.ac.id/files/file/372-377%20Stefani%20Andri.pdf.

Open Access Copyright (c) 2020 Advanced Guidance and Counseling
License URL: https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/
View My Stats
apps