PELACAKAN KISAH MBAH CUNGKRUNG DAN BABAD RANDUKUNING PERGESERAN IDENTITAS AGAMIS MENJADI PUB-KULTUR DI PATI

Fathimatuz Zahra*  -  , Indonesia

(*) Corresponding Author

The shift of identity in a region becomes a necessity in the present, as happened in Pati regency, Central Java. This area was originally a predominantly religious region, thus earning the nickname of the Pension City, because of the calmness of this region. However, about the last decade shifted to the culture of karaoke (pub-culture) that penetrated this region. This shift becomes interesting, because the scale of the change is very drastic.
In this shift, in the society circulated that the shift is not a renewal. Because in the story that existed in Pati namely Babad Randukuning, told about dancers tayub named Roro Kuning and famous becauseof her beautiful, then he opened a paguyuban, which was originally not approved by the Duke at that time. The disagreement is only an excuse for the Duke to approach Roro Kuning.
Different from Randukuning Story, the story of Mbah Cungkrung who is believed to be the carrier of the first entry of Islam in Pati, has not been too untouched by many studies. Mbah Cungkrung was a carrier of Islamic syiar in his time. The hypothesis that emerged, before there is a shift in the identity of the development of tayub at that time, then the role of Mbah Cungkrung is very large for the area Pati and surrounding areas.
Both stories have led researchers to trace both stories to be used in understanding the phenomenon of Pati in the present from the religious identity of being a culture-pub. This tracking will benefit the strengthening of positive identity of Pati community which recently become eroded into culture culture of the pub.

Abstrak
Pergeseran identitas dalam suatu wilayah menjadi sebuah keniscayaan di masa kini, sebagaimana terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengahal. Wilayah ini semula wilayah yang mayoritas agamis,sehingga mendapat julukan Kota Pensiun, karena tenangnya wilayah ini. Namun sekitar satu dekade terakhir bergeser menuju budaya karaoke (pub-kultur) yang merambah wilayah ini. Pergeseran ini menjadi menarik, sebab skala perubahan yang terjadi sangat drastis.
Dalam pergeseran ini, di masyarakat beredar bahwa pergeseran tersebut bukan merupakan hal yang baru. Sebab dalam kisah yang ada di Pati yakni Babad Randukuning, dikisahkan mengenai penari tayub yang bernama Roro Kuning serta masyhur kecantikannya, kemudian beliau membuka sebuah paguyuban, yang semula tidak disetujui adipati pada masa itu. Ketidaksetujuan tersebut hanya sebagai alasan agar adipati tersebut dapat mendekati Roro Kuning.
Berbeda drastis dengan Kisah Randukuning, maka kisah Mbah Cungkrung yang dipercayai sebagai pembawa masuknya Islam pertama kali di Pati, justru belum terlalu tersentuh kajiannya oleh banyak pihak. Mbah Cungkrung merupakan seorang pembawa syiar Islam pada masanya. Hipotesa yang muncul, sebelum terdapat pergeseran identitas berkembangnya tayub pada masa itu, maka peranan Mbah Cungkrung ini sangat besar bagi wilayah Pati dan sekitarnya.
Kedua kisah tersebut menimbulkan ketertarikan peneliti untuk melacak kedua kisah tersebut agar dapat digunakan dalam memahami fenomena Pati pada masa kini dari identitas yang agamis menjadi pub-kultur. Pelacakan ini akan memberikan manfaat terhadap penguatan identitas positif masyarakat Pati yang akhir-akhir ini semakin tergerus menjadi budaya pub kultur tersebut.

Keywords: Tracking story, Mbah Cungkrung, Babad Randukuning, Shifting identity,

  1. Berger, M Harris, Giovanna P. Del Negro, 2004, Identity and Everyday Life: Essays in the Study of Folklore, Music and Popular Culture, Middletown: Wesleyan University Press.
  2. Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT Temprint
  3. Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, Pusat Bahasa (Indonesia), 2008,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  4. Hasanuddin WS. 2003. Transformasi dan Produksi Sosial Teks Melalui Tanggapan dan Penciptaan Karya Sastra: Kajian Interstekstualitas Teks Cerita Anggun Nan Tongga Magek Jabang. Bandung: Dian Aksara Press.
  5. Neil, William, J, 2004, Urban Planning and Cultural Identity, New York : Routledge.
  6. Oring, Elliot, 1986, Folk Groups And Folklore Genres: An Introduction, Colorado: University of Colorado Press.
  7. Sahara, Elfi, 2013, Harmonious Family: Upaya Membangun Keluarga Harmonis, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
  8. Stern, Stephen. 1977. “Ethnic Folklore and The Folklore of Ethnicity”, Western Folklore, Vol 36, No 1.
  9. Sunyoto, Agus, 2012, Atlas Walisongo¸Depok: Pustaka IIMaN.
  10. Vansinna, J. 1985. Oral Tradition: A Study in Historical Methodology. London: Hatzel Watson and Viney Ltd.

Open Access Copyright (c) 2018 Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial

Lisensi Creative Commons
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

View My Stats
apps