NEGARA ADIL MAKMUR DALAM PERSPEKTIF FOUNDING FATHERS NEGARA INDONESIA DAN FILOSOF MUSLIM

Abu Tholib Khalik*  -  IInstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung, Indonesia

(*) Corresponding Author
Abstract: This article elaborates on the concept of a fair and prosperous among the Indonesian founding fathers with the Muslim philosophers. Basic concepts of the founding fathers is Pancasila in which there is the word ‘fair’. The word ‘fair’ is also a very serious discussion among Muslim philosophers. The Muslim philosophers underlined that fair is one of the basics of leadership exemplified by the Prophet Muhammad while leading the people of Madina multi-ethnic and multi-religious, and this of course is relevant to the context of Indonesia's multi-religious, multi-ethnic and multi-class. For founding fathers, desire to create a fair society and a prosperous lofty ideals and key for the Indonesian nation. Therefore, they feel how much suffering people of Indonesia as a nation occupied by foreign interchangeably. In the occupation of Indonesia was treated unfairly, and natural wealth confiscated. This goal was already thought by the Muslim philosophers. Therefore, in comparing the two is where the significance of the concept of a just and prosperous one.

Abstrak: Artikel ini akan mengelaborasi konsep negara adil dan makmur antara founding fathers (Para Pendiri Bangsa) Indonesia dengan para para filosof Muslim. Asas konsep founding fathers adalah Pancasila yang di dalamnya terdapat kata adil. Kata adil juga menjadi pembahasan yang sangat serius di kalangan filosof Muslim. Para filosof Muslim menggarisbawahi bahwa adil merupakan salah satu asas kepemimpinan yang diteladankan oleh Nabi Muhammad saat memimpin masyarakat Madinah yang multi-agama, dan ini tentu saja relevan dengan konteks Indonesia yang multiagama, multi-etnik, dan multi-golongan. Bagi founding fathers, keinginan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merupakan cita-cita luhur dan utama bagi bangsa Indonesia. Sebab, mereka merasakan betapa menderitanya bangsa Indonesia ketika dijajah oleh bangsa asing yang silih berganti. Dalam penjajahan itu bangsa Indonesia diperlakukan tidak adil, dan kekayaan alam dirampas. Keinginan seperti ini ternyata sudah pula menjadi pemikiran para filosof Muslim. Karena itu, di sinilah signifikansi membandingkan kedua konsep adil dan makmur tersebut.

Keywords: Pancasila; fair; prosperous; founding fathers; Muslim philosophers

  1. Adams, Cindy, Sukarno an Auto Biography as Told to Cndy Adams, New York: The Bobbs Merril Company Inc., 1965.
  2. Ahmad, Zainal Abidin, Konsep Politik dan Ideologi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
  3. Alam, Wawan Tunggul (ed), Bung Karno Menggali Pancasila, Kumpulan Pidato, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.
  4. Anonim, “Kekhalifahan_Umayyah”, http://id.wikipedia.org/wiki, diakses 8 Juli 2014.
  5. Asshidiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD. 1945, Yogyakarta: UII Pres, 2005.
  6. Bouthoul, Gaston, Teori-teori Filsafat Sosial Ibn Khaldun, terj. Yudian W. Asmin, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.
  7. Fakhry, Majid, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadi, Jakarta: Temprin, 1987.
  8. Ghazali, Adeng Muchtar, Civic Education; Pendidikan Kewarga-negaraan Perspektif Islam, Bandung: Benang Merah Press, 2004.
  9. Herry-Priyono, “Neoliberalisme dan Kebebasan”, http://www.unisosdem. org, diakses 14-06-2011.
  10. Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadi Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
  11. Instifun Siddiq, “Pancasila sebagai Ideologi Negara dan Dasar Negara”, http://istifunnyassyidiq.wordpress.com, diakses 23-02-2015.
  12. Kartaprawira, M.D., “Kritik-Ajaran-Bung-Karno”, http://www.syarikat.org., diakses, 01-12-2010.
  13. Khan, Qomarudin, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah, terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Salman ITB, 1983.
  14. Lauer, Robert, H, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj. Alimandan, Jakarta: Bina Aksara, 1989.
  15. Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1990.
  16. Mallarangeng, Andi, dkk., Otonomi Daerah, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: Media Grafika, 2000.
  17. Mubyarto, 2003, “Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Industrial”, http://www. ekonomirakyat.org, diakses 06-10-2010.
  18. Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
  19. Poerwantana, A. Ahmadi dan M. A. Rosali, Seluk beluk Filsafat Islam, Bandung: Rosda Karya, 1988.
  20. Poerwantana, dkk., Seluk-beluk Filsafat Islam, Bandung: CV Rosda Bandung, 1988,
  21. Pranarka, A.M.W., Sejarah Pemikiran tentang Pancasila, Jakarta: CSIS, 1985.
  22. Siddiq, Instifun Instifun, t.th., “Pancasila Sebagai Ideologi Negara dan Dasar Negara,” http://istifunnyassyidiq.wordpress.com, diakses 23-02-2015.
  23. Siswanto, Joko, Filsafat Politik Pancasila, Refleksi atas Teks Perumusan Pancasila, Yogyakarta: Kkepel Press, 2007.
  24. Syadzali, Munawwir, Islam dan Demokrasi, Jakarta: UI. Press, 1996.
  25. Syarif Hidayatullah, http://www.kompasiana.com/saripoenya, diakses 05-02-2011.
  26. Widjanarno, Ade A., Transisi Menuju Demokrasi, Tinjauan Berbagai Perspektif, Jakarta: LP3ES, 1983.
  27. Yahya, Ridho, “Sejarah Singkat Bung Hatta Sebagai Pemrakarsa Ekonomi Terpimpin”, http://ridhoyahya89.blogspot.com, diakses 07-12-2010.
  28. Yatim, Badri, Soekarno Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Logos, 1999.
  29. Zaidan, Abdul Karim, Masalah Kenegaraan dalam Islam, terj. Abd.Azis, Jakarta: Al Amin, 1984.
  30. Zullifan, 2008, http://muhammad-zulifan.multiply.com. diakses 07-09-2010.

Open Access Copyright (c) 2016 Teologia

 

JURNAL THEOLOGIA

Published by The Faculty of Islamic Theology and Humanities
Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang - Indonesia

 
                                                               
Web
Analytics
View My Stats
apps