Melihat Indonesia dari Jendela Papua: Kebinekaan dalam Rajutan Budaya Melanesia

Akhmad Kadir*  -  Universitas Cenderawasih, Indonesia

(*) Corresponding Author

This article reveals the dynamics of local communities in Papua in accommodating differences between them. Those different ethnic and cultural communities, are able to build social relations through cultural mechanisms. Using the ethnographic approach this article reveals that Papuan people have a strong cultural capital to relate existing differences. Through communal culture, exchange relation in the form of enjoying eating together, religion of relatives, and the culture of one stone stove made of three stone, as well as inter-clans marriage become the mechanism that becomes elements of social glue between the community members. Although tribal conflicts often occur, traditional communities have a way of handling conflict through cultural mechanisms, such as "eating together", "burning stones" and accompanied by slaughter of sacrificial animals.

Keywords: Papua; community; religion of relatives; handling conflict

  1. Abdullah, Irwan. 2005. Solusi Antropologi Untuk Indonesia dalam Teori, Etnografi dan Refleksi. Yogjakarta: Pintal-Kanisius.
  2. Alqadrie, Syarif Ibrahim. 1999. “Konflik Etnis di Ambon dan Sambas: Suatu Tinjauan Sosiologis.” Antropologi Indonesia Th. XXIII. (58). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
  3. Bachtiar, H. W. 1993. “Sejarah Irian Jaya” dalam Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk. Koentjaraningrat ed. Jakarta: Jambatan.
  4. Geertz, Clifford. 1986. Mojokuto: Dinamika Sosil Sebuah Kota di Jawa. Jakarta: Temprint.
  5. ———. 1989. Penjajah dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
  6. Haviland, William A. 1985. Antropologi. edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
  7. Hefner, Robert W. 2007. “Pendahuluan: Multikulturalisme dan Kewarganegaraan di Malaysia, Singapura dan Indonesia”, dalam Politik Multikultural. Yogyakarta:Impulse-Kanisius.
  8. Heider, Karl G. 1970. The Dugun Dani. New York: Wenner Gren Foundation for Anthropologhical Recearch Inc.
  9. Iribaram, Suparto. 2011.“Satu Adat Tiga Agama: Meneropong Aktifitas Masyarakat di Teluk Fatipi Fakfak Papua” dalam Kumpulan Makalah yang Dipresentasikan dalam the 11 Anual Conference on Islamic Studies (ACIS), Bangka Belitung 10-12 Oktober 2011
  10. Koentjaraningrat. 1970. Keseragaman dan Aneka Warna Masyarakat Irian Barat. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan ilmiah
  11. Koentjaraningrat. 1993. Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta: Jambatan.
  12. Laksono, P. M. 2009. “Rujukan Lembaga-Lembaga Demokrasi Dalam Ranah Komunitas Lokal”. dalam Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat Memorial Lectures I-V/2004-2008, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  13. Mahsun. 2015. Indonesia dalam Perspektif Politik Kebahasaan. Jakarta: Raja Grafindo.
  14. Mansoben, J. R. 1995. Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta: LIPI-RUL.
  15. Maunati, Yekti. 2006. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, Yogyakarta, LKiS.
  16. Misrawi, Zuhairi. 2009. Madinah, Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Rasulullah SAW. Jakarta: Kompas, 2009.
  17. Mulder, Neils. 1999. Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya: Jawa, Muangthai, dan Filipina. Jakarta, Gramedia.
  18. Muller, Kal. 2006. Mengenal Papua, Indonesia. Daisy Word Books.
  19. Nawiruddin dan Malla. 2013. Pembinaan Ummat Berbasis Multikultural. Jakarta: Sejahtera Kita
  20. Pariela, Toni D. 2009. “Politik Identitas dan Politik Perilaku (Kasus Maluku) dalam Renai Politik Identitas dalam Dinamika Politik di Berbagai Daerah di Indonesia”. Percik IX (2): 57-103.
  21. Pospisil, L. 1963. Kapauku Papuan Economy. New Heaven: Yale University.
  22. Purwanto, Bambang. 2012. “Merajut Kebinekaan dan Kearifan Budaya Bagi Kemajuan dan Kesejahteraan Indonesia”, Pidato IImiah disampaikan pada Rapat Universitas Gadjah Mada dalam Rangka Peringatan Dies Natalis ke-63 Yogyakarta, 19 Desember 2012.
  23. Rahman, Abd. et.al. 2008. Sejarah Teluk Bintuni: Awal Pemerintahan Kolonial Belanda di Papua Hingga Terbentuknya Pemerintahan Definitif Kabupaten Teluk Bintuni Pasca Pemekaran (1998-2006). Yogyakarta: Lanarka Publishing.
  24. Sahlins, Marshal D. 1963. “Poor Man, Rich Man, Big-Man, Chief: Political Types in Melanesia and Polynesia, Comparative Studies.” Society and History 5 (3): 285-303
  25. Samaduda, Max dan Baiquni, M. 2000. “Pranata/Lembaga Adat dan Organisasi Sosial” dalam Menjaga Alam Membela Masyarakat: Komunitas Lokal dan Pemanfaatan Mangrove di Teluk Bintuni. Yogyakarta: PSAP-UGM.
  26. Sanggenafa, N. dan Koentjaraningrat. 1993. “Pertukaran Kain Timur di Daerah Kepala Burung dalam Irian Jaya Membangun Masyarakat Majemuk. Koentjaraningrat ed. Jakarta: Djambatan.
  27. Timmer, Jaap. 2007. Desentralisasi Salah Kaprah dan Politik Elit di Papua dalam Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: KITLV.
  28. Wilson, Peter J. 1988. The Domestication of the Human Species. New Haven and London: Yale University Press.

Open Access Copyright (c) 2017 JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo)
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Publisher:
Sociology Laboratory - Department of Sociology
Faculty of Social and Political Sciences
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Central Java, Indonesia

 

 
apps