ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM NIKAH SIRI

Rihlatul Khoiriyah*  -  Pondok pesantren Ulumul Qur'an Mangkang Kulon Semarang, Indonesia

(*) Corresponding Author

Marriage that is not registered to the office of religious affairs (KUA) is considered as Siri marriage. It often occurs in the society while invites pros and cons among them.  The perpetrators usually have different motivations to commit this kind of marriage. Un­fortunately, marriage law does not set unequivocally about the legal status of Siri marriage. But it emphasizes the importance of registered marriage as a legal event. The registration of marriage has significance to the various events that are resulted from the marriage: the administration of population and the guarantee of civil rights for the concerned parties. The occurrence of Siri marriage will cause problems for the perpetrators and their families, both legal and social problems. Nevertheless there are positive and negative values in this marriage. So, the aspects of maslahat and madlarat should be considered in order to realize the legitimate purpose of marriage.

_________________________________________________________

Perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dikenal sebagai kawin siri. Perkawinan ini sering terjadi dalam masyarakat dan mengundang pro dan kontra diantara mereka. Pe­laku kawin siri mempunyai berbagai ragam motivasi yang ber­beda satu dengan lainnya. Sayangnya, hukum perkawinan tidak meng­atur secara tegas tentang status hukum kawin siri. Hukum per­kawin­an hanya menekankan arti pentingnya pencatatan per­kawinan sebagai sebuah peristiwa hukum. Pencatatan perkawinan ini mempunyai arti penting terhadap berbagai peristiwa yang di­timbulkan sebagai akibat adanya perkawinan baik administrasi kependudukan maupun jaminan hak-hak keperdataan bagi para pihak yang berkepentingan. Terjadinya kawin siri akan menimbul­kan problematika bagi para pelakunya dan keluarganya, baik pro­blematika hukum maupun problematika sosial. Meskipun demikian terdapat nilai positif dan negatif pada kawin siri tersebut. Oleh karena itu harus dipertimbangkan aspek maslahat dan madlarat agar perkawinan siri tersebut sesuai dengan tujuan di­syari’at­kan­nya perkawinan.

Keywords: kawin siri; perlindungan hukum; perempuan; anak

  1. Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UU Press, 2004.
  2. Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Intermasa, 1996.
  3. Faiz, Ahmad, Cita Keluarga Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001.
  4. Hamid, Zahry, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978.
  5. al-Husaini, Taqiyuddin Abu Bakar Bin Ahmad, Kifayatul Akhyar, Juz II, Indonesia: Darul Ihya Kutub al-Arabiyah, tth.
  6. Munawir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawir, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawir, 1984
  7. Kompilasi Hukum Islam.
  8. al-Kurdi, Muhammad Amin Tanwir al-Qulub, Beirut: Darul Fikr, t.th.
  9. Saurah, Abi Isa Muhammad ibn Isa, Jami’us Shahih Sunan al-Tirmidzi, Beirut: Darul Fikr, t.th.
  10. Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004.
  11. al-Syaukani, Muhammad, Nail al Authar, Jilid III, Beirut: Dar al Fikr, 1994.
  12. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  13. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  14. Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Al-Qu’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989.

Publisher:
Center for Gender and Child Studies (Pusat Studi Gender dan Anak)
LP2M, Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Central Java, Indonesia


Sawwa Visitor Statistics
 
apps