SUNAT PADA ANAK PEREMPUAN (KHIFADZ) DAN PERLINDUNGAN ANAK PEREMPUAN DI INDONESIA: Studi Kasus di Kabupaten Demak

Jauharotul Farida*  -  Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia
Misbah Zulfa Elizabeth  -  Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia
Moh Fauzi  -  Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia
Rusmadi Rusmadi  -  Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia
Lilif Muallifatul Khorida Filasofa  -  Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

(*) Corresponding Author

Female circumcision is one of the continuing practices in some countries of Africa, Europe, Latin America, and Asia, including Indonesia. In Arab, tradition of female circumcision has been widely known before the Islamic period. While in Indonesia, some areas practicing female circumcision include Java, Madura, Sumatra, and Kalimantan. This research used qualitative-ethno­graphic method. Data were collected through in-depth interviews to the traditional birth attendants who performed circumcision and to the baby's parents who sent their children for circumcision. In addition, Focus Group Discussion (FGD) involving medical personnel (doctors and midwives), traditional birth attendants, the parents, community leaders, religious leaders, academics, and government, was also conducted to explore the data. Then, the obtained data were analyzed by using descriptive analytical technique. The result shows that the practice of female circumcision in Demak Regency was done in 2 ways, namely symbolically and truly. Symbolically means that the practice of female circumcision was done by not cutting a female genital part, ie clitoris, but using substitute media, namely turmeric. On the other hand, the real meaning means that female circumcision was actually done by cutting little tip of the clitoris of a daughter. The time for practicing female circumcision in Demak regency was generally coincided with Javanese traditional ceremonies for infants / young children. The purpose for the daughters was in order to become sholihah and be able to control their lusts (not become "ngintil kakung" or hypersexual). Indeed, the motivation to practice this tradition is to preserve the ancestral tradition and to implement the religious command.

_________________________________________________________

Sunat perempuan merupakan salah satu praktik yang saat ini masih dilakukan di beberapa negara di Afrika, Eropa, Amerika Latin, dan juga di Asia, termasuk Indonesia. Pada masyarakat Arab, tradisi sunat perempuan sudah dikenal luas sebelum periode Islam. Sementara Indonesia, beberapa wilayah yang mempraktikan sunat perempuan meliputi Jawa, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-etnografis. Teknik pengumpulan data: Wawancara mendalam dengan dukun bayi yang melakukan sunat dan juga orang tua bayi yang mensunatkan anaknya. Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan tenaga medis (dokter dan bidan), dukun bayi yang melakukan sunat per­empuan, orang tua anak yang disunat, tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan pemerintah.Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif-analitis Pada masyarakat di Kabupaten Demak. Praktik sunat perempuan pada Kabupaten Demak dilakukan de­ngan 2 cara, yakni secara sim­bolik dan secara sesungguhnya. Yang dimaksud secara simbolik adalah praktik sunat perempuan dilaku­kan tidak dengan memotong se­bagain anggota kelamin per­empuan, yakni klitoris, melainkan menggunakan media peng­ganti, yakni kunyit. Sedangkan yang di­maksud secara sesungguhnya ada­lah bahwa sunat perempuan benar-benar dilakukan dengan cara memotong sebagian kecil ujung klitoris anak perempuan. Waktu pelaksanaan sunat perempuan di masya­rakat Kabupaten Demak pada umumnya bersamaan dengan upacara-upacara adat Jawa untuk bayi/anak kecil. Tujuan dilakukan sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak adalah agar anak perempuan tersebut menjadi anak shalihah dan dapat mengendali­kan nafsu syahwatnya agar tidak “ngintil kakung” (hyperseks). Motivasi men­jalankan tradisi sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak menjalankan tradisi leluhur dan menjalankan perintah agama.

Keywords: sunat pada anak perempuan; perlindungan anak perempuan; Kabupaten Demak

  1. Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Ilm, 1997.
  2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak, Kabupaten Demak dalam Angka 2016, , 2016.
  3. Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten, 2016, Kabupaten Demak dalam Angka 2016.
  4. Debu Batara Lubis, Female Genital Mutilation: Penghilangan Hak Perempuan atas Tubuhnya, dalam Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, diterbitkan Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan The Convention Watch Universitas Indonesia dan New Zealand Agency for International Development (NZAID), Jakarta, 2016.
  5. Giladi, A., “Concepts of Childhood and Attitudes towards Children in Medieval Islam: A Preliminary Study with Special Reference to Reaction to Infant and Child Mortality”. Journal of the Economic and Social History of the Orient, 32 (2), 1989.
  6. Goldstein, J., Solnit, A.J., Goldstein, S., & Frued, A., The best interests of the child: The least detrimental alternative. New York: The Free Press, 1998.
  7. Hashemi, K., “Religious Legal Traditions, Muslim States and the Convention on the Rights of the Child: An Essay on the Relevant UN Documentation”. Human Rights Quarterly, 2007, 29(1).
  8. Ibn Hajar, Talkhish al-Habir, juz IV , 1964.
  9. Kirk, S., The Sexual Abuse of Adolescent Girls, Social Worker’s Child Protection Practice. Vermont: Ashgate, 1999.
  10. Mosaffa, N., Does the Covenant on the Rights of the Child in Islam Provide Adequate Protection for Children Affected by Armed Conflicts? Muslim World Journal of Human Rights, 2011, 8(1).
  11. Munawwir, A.W., Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984.
  12. Munir, L. Z., 2006, Sunat dan Pelanggaran Hak, dalam http://situs.kesrepro.info/ gendervaw/okt/2006/gendervaw01.htm).
  13. Nantabah, Zainul Khaqiqi, dkk., “Determinan Orang Tua dalam Perilaku Sunat Anak Perempuan di Indonesia” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 18 No. 1 Januari 2015: 77–86.
  14. al-Nawawi, Yahya ibn Syaraf, al-Majmu’, Beirut: Dar al-Fikr, Cet. I, Juz II, 1996.
  15. Ni’am, Asrorun, 2012, “Fatwa MUI tentang Khitan Perempuan,” Jurnal Ahkam Vol. XII, No. 2, Juli 2012.
  16. Nurtawab, E., “Lebih Jauh dengan Khitan Perempuan,” dalam http://www.icrp-online.org/wmprint.php? ArtID=345
  17. Rajabi-Ardeshiri, M., “The Rights of the Child in the Islamic Context: The Challenges of the Local and the Global”, The International Journal of Children's Rights, 17, 2009.
  18. Ristiani, M., Ruli, N., dan Dian, P., Khitan Perempuan: Antara Tradisi dan Ajaran Agama, Yogyakarta: UGM dan Ford Foundation, 2003.
  19. Rokhmah, I., Hani, U., “Sunat Perempuan dalam Perspektif Budaya, Agama dan Kesehatan (Studi Kasus di Masyarakat Desa Baddui Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan”, Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2015.
  20. Shiab, Alwi., Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 2001.
  21. Syaltut, M., al-Fatawa, ttp: Dar al-Qalam, 1996.
  22. Syed, S., “The Impact of Islamic Law on the Implementation of the Convention on the Rights of the Child: The Plight of Non-marital Children under Shari'a”. The International Journal of Children's Rights, 6(4), 1998.
  23. Waliko, 2009, “Telaah atas Konsep Khitan bagi Wanita”, Jurnal Yinyang, Vol. 4 No.2 Juli-Desember 2009.

Publisher:
Center for Gender and Child Studies (Pusat Studi Gender dan Anak)
LP2M, Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang.
Central Java, Indonesia


Sawwa Visitor Statistics
 
apps